Wednesday

Tika Senja Datang

Sesekali merenung
Mentari merah di ufuk barat
Merehat diri pabila senja berlabuh
Setelah penat menikam cahaya
Ke dahan, wajah, tanah merekah,
Memberi nafas pada tumbuhan, manusia
Haiwan meliar
Hati jadi tersentuh.


Melihat sekumpulan camar
Terbang berkawan menuju pulang
Berduyun-duyun bak gumpalan benang
Hati terpesona pada hak yang ditakdirkan
Dan di kala mentari melabuhkan punggung sebentar
Hati tersentuh terasa rapuh
Memandang keindahan alam ciptaanNya
Terbentang luas.


Tika malam menyarungkan baju
Mata melihat kumpulan bintang
Berkelipan bertebaran jauh di langit
Sejauh mata memandang
Tergantung kukuh tanpa sempadan
Tujuh lapisan langit terbentang
Di mana permulaan di mana pengakhiran.


Melihat bulan yang satu
Bulat memandang sayu ke bawah
Jiwa terus bertarung, bergelut mencari jawapan
Kepada erti kehidupan duniawi
Yang luas tanpa sempadan,
Tujuan hidup perlu pasti
Kerna esok belum tentu udara pagi dapat dihirup.


Tatlaka senja datang
Jiwa bergelodak seolah pincang
Suram jiwa terasa gundah
Persoalan demi persoalan
Menyesakkan nafas
Apakah sudah dipenuhi urusan seharian
Apakah sudah ditunaikan kewajipan.


Kerdil diri terasa
Pabila senja merubah masa
Dan dosa menggamit suram
Bersalah padaNya kerna sering terlupa
Esok dinihari akan bermula
Lantas tatkala ingat
Keampunan jua yang sering dipohon
Agar berada di dalam kelompokNya.


Sesekali melihat mentari
Membenamkan diri di ufuk barat
Jiwa sayu merenung seharian
Yang sudah hampir habis,
Merenung diri di malamnya
Mencari kelemahan dan kekurangan,
Betapa kecil diri ini
Disamping keagungan ciptaan
Yang melangkaui batas masa dan ruang.
Apakah diri ini mempunyai tempat
Di sisi Nya
Dengan dosa dan masa
Hampir malu padaNya
Namun mengingatkan kasih sayangNya
JanjiNya dan keadilanNya
Jiwa kembali tenang
Kembali bersemangat,
Kembali bangkit.

No comments:

Post a Comment